Tunangan
Dadakan
Tak..tak..tak..sruuutt..sreeengg..
Wangi
bawang goreng seketika memenuhi pantry,semua mata tertuju pada seorang cowok
dibelakang meja dapur, cowok tampan dengan celemek menggantung indah di depan
tubuhnya. Tidak ada ekspresi lain selain wajah serius tanpa senyum saat
tanganya lincah memasukkan bahan makanan ke dalam wajan.
Semua orang didalam pantry tak lepas memandanginya,
termasuk Miya, staf pelayan yang tidak pernah bosan melihat chef sekaligus bosnya memasak. Gadis cantik itu
selalu melongo melihat kecakapan dan kelincahan chefnya dalam memasak. bukan
satu-satunya alasan miya terus memperhatikanya, ada satu alasan lagi,
mungkin..miya sudah jatuh cinta kepada atasanya itu.
“bersihkan semuanya..!” perintah sang atasan, saat bos
mencuci tangan dan mengelapnya. semua orang segera bergegas membereskan
peralatan dan meja , sepertinya mereka para pelayan sedang tidak mood untuk di
damprat atasanya. Sedangkan miya..
dia masih setia berdiri bersandar di pintu masuk pantry..
“hei..kamu..!” teriak cowok itu.
Semua mata beralih menatap sosok miya yang masih belum
kembali ke alam sadarnya, miya melamun . lagi!
“miy..miya..sadar miy..!” seorang cewek berpakaian sama
persis dengan miya, yang artinya dia juga bekerja disana mencubit lengan
miya..,..
“aagghh..! apa sih Len..sakit tauk..!” cewek yang
dipanggil lena itu sontak memainkan matanya , menunjukkan keberadaan
bosnya. Miya melirik ke arah mata lena
menunjuk,seketika jantungnya terpompa hebat.. baru sadar, semua mata tertuju
padanya. Terlebih mata tajam itu..mata chef, atasan sekaligus bosnya.
“kamu mau bekerja atau mau melamun!!” teriak sang bos,
Miya terlonjak mendengar teriakan itu, tanganya seketika gemetar.
“ma..maaf chef!” ucapnya ..
“kamu teledor.. dan sebagai hukumanya kamu akan
membersihkan seluruh pantry.. saya tidak mau tahu.. besok pagi besok harus
bersih ..!” ucap sang bos dengan santainya, seperti tidak melihat wajah Miya
yang berubah putus asa.
“baik..chef.!” jawab lia,
“yang lain boleh pulang..!” ucap sang bos sambil berlalu
keluar pantry, melewati miya begitu saja tanpa menoleh sedikitpun. Miya mengehela nafas putus asa mendengar itu, semua
orang memandang miya dengan tatapan kasihan.
Satu persatu teman seperjuangan miya sudah meninggalkan
kafe, Lena ingin membantu miya tapi sudah pasti dilarang oleh chef, akhirnya
lena pulang duluan. dia akan membersihkan seluruh pantry yang ukuranya gak kebayang
besarnya sendirian, malam-malam.
Miya memulai dengan mengumpulkan peralatan kotor ,
menaruhnya di wastafel. Membersihkan meja dapur dengan minyak dimana-mana,
membuat miya harus memberikan sedikit deterjen dikain lapnya, menggosok-gosok
sampai mengkilat dan tidak berbau. Terbayang wajah chefnya saat melihat
dapurnya kotor, wajah arogan, penuh amarah, siap memakan miya hidup-hidup, miya
bergidik ngeri membayangkanya.
Selesai dengan meja, miya kembali ke wastafel dan
menyabuni satu-persatu peralatan kotor. Keringat mengucur pelan dipelipisnya..
nafasnya juga memburu karena kelelahan. Miya hampir berteriak saat menyadari
sepasang tangan membilas piring yang disabunya tadi, miya memekik pelan saat
tahu ternyata sepasang tangan itu milik chef, Wildan.
“kamu pikir saya genderuwo..” ucap wildan, seharusnya
yang diucapkan wildan barusan lucu tapi
bukanya tertawa miya malah berkeringat dingin. Sebelumnya dia tidak
pernah sedekat ini dengan wildan, sikapnya yang begitu arogan dan sombong
membuat miya takut untuk berdekatan denganya.
“apa ini terlalu melelahkan..!” tanya wildan usai melihat
miya sudah kembali sadar,
“engg... tidak, sudah biasa..mungkin..” jawab miya
sekenanya, penyakit lama. Selalu gugup dan kehabisan kata-kata dan hanya wildan
yang bisa membuatnya seperti itu.
“apa saya terlalu sering menghukummu seperti ini..!”
“ah..yaa, hampir ..setiap hari..!” kata miya,
Memang, dihukum bersih-bersih seperti ini sudah menjadi
rutinitas dan agenda miya,
“itu berarti, setiap hari kamu selalu melamun tentang
saya..!”
Hahhh?maksudnya?darimana
chef tahu?
Miya terdiam, tidak tahu harus berkata apa. Dia terus
menyabuni sisa piring yang masih ada di wastafel.. dan wildan membilasnya.
“saya penasaran, apa yang kamu pikirkan saat melamunkan
saya...?”
Tentu
saja semua, ketampananmu, keanggunanmu, tangan lincahmu diatas penggorengan,
Miya masih berdiam diri, tinggal satu piring lagi. Dan
ini akan berakhir, miya ingin segera berlari keluar dari pantry sebelum dia
kehabisan nafas.
“jawab saya..!” , ucapan wildan membuat miya terlonjak
kaget, hampir saja piring ditanganya terlepas dari tanganya.
“sa..ya..saya
tidak..melamunkan chef..!” jawab miya akhirnya, miya mengulurkan piring
terakhir dan wildan membilasnya. ,iya bergeser sedikit menjauh dari wildan..
Wildan
meletakkan piringnya di pengeringan, dia membalik badan dan menatap miya yang
terlihat sangat gugup.
“saya tahu
dari sini” wildan maju selangkah dan menunjuk mata miya, miya mengerjap kaget..
..
“ kamu selalu
menatap saya.. dan itu membuat saya Gila, miya..!”
Miya bergerak
mundur, dia terlalu dekat .. sampai bisa mendengar deburan nafas wildan.
Gila..apa
yang membuat gila?
“sebaiknya sekarang kamu pulang, sebelum saya menguncimu
disini..!”
Perkataan wildan membuat miya tersentak, bergegas ia keluar
dari pantry dan menuju ruang karyawan. Wildan memandang punggung miya yang
meghilang dibalik pintu.. tubuhnya bersandar pada meja dapur, menenangkan
hatinya yang tidak karuan.
“kamu benar-benar membuatku gila miya..!” gumamnya pelan,
seakan tidak ingin ada seorangpun yang mendengarnya.
***
Berkali-kali
matanya bertemu pandang dengan miya saat dia menerima lembaran order dari
tanganya, miya terus menunduk saat menyadarinya , bukankah miya selalu begitu!
“bacon...steak panggang, dan spageti..!” teriak wildan
menyuarakan orderan yang baru sampai,
“baik chef..!” jawab para asisten chef yang sudah siap
dengan celemek ditubuh mereka, miya berdiri disampignya membantu menyiapkan
bahan untuk spageti, dan itu membuatnya sangat tidak berkonsentrasi.
“bisakah kamu menjauh dari saya..!” gerutu wildan pelan,
dia ingin hanya miya yang mendengarnya.. miya hanya mengangguk dan bergeser ,
menjauh dari wildan.
Pelanggan datang silih berganti,
tidak ada sepinya.. semua pelayan dan chef juga kewalahan menghadapi pelanggan
yang makin bertabah setiap harinya. Bahkan sampai hampir tutup, masih ada saja
pelanggan yang datang..
“hari ini
berjalan lancar, hampir tidak ada masalah..saya ucapkan terima kasih kepada
kalian semua, kalian sudah bekerja keras,..!”
Kalimat penutup wildan yang disambut
tepukan tangan yang meriah, evaluasi berakhir dengan hal yang sama. Lagi-lagi miya
mendapat hukuman, karena kesalahan yang sama. Berimajinasi ditengah evaluasi
“miya..gue pulang dulu ya, sorry gak bisa bantuin..tahu
sendiri kan chef kayak gimana, geu lagi gak mood di skors besok..!” kata lena
menepuk pelan pundak miya,
“iya..gak pa-pa kok, udah gih pulang sana.. sudah
dijemput sama sang kekasih tuh..!” kata miya dengan menunjuk keluar kafe, dia
tahu lena sudah ditunggu sejak tadi.
Lena tersenyum dan melambaikan tangan usai memeluk hangat
sahabatnya itu, miya beranjak melangkah ke pantry.. begitu pintu terbuka, ia
membuang nafas panjang.
“kotor banget nih dapur..!” katanya, sembari membereskan
peralatan dapur yang kotor dan menaruhnya di wastafel .
Usai
menggosok meja keramik sampai mengkilat, mencuci semua peralatan kotor.. miya
hendak mengambil kain pel untuk membersihkan lantai, sebelum sebuah tangan
mencengkeram lembut lenganya. Miya sudah ingin berteriak.. pencuri, ini pasti pencuri..atau pemerkosa???
“cheff...!” pekik miya tertahan saat justru yang
dilihatnya adalah wildan,
Wildan tidak berkata apa-apa, dia mengangkat pinggang
miya dan mendudukkanya dimeja dapur, badanya yang menjulang tinggi .. tepat
berhadapan dengan wajah miya. Miya gemetar tidak karuan, keringat dingin
mengucur deras, membuatnya tidak nyaman sama sekali
“aku ingin menunggu, tapi sepertinya aku tidak ingin
menunggu lagi... miya..!” perkataan wildan yang tiba-tiba dan menggantung
menimbulkan banyak tanda tanya dibenak miya, apa chefnya itu baru kejedot pintu toilet
Wildan melepaskan genggaman tanganya, merogoh sesuatu
dibalik saku jeansnya..
“oh tuhan..!indah sekali chef..” pekik miya saat melihat
sebuah cincin yang sangat indah nan menawan berada didepan matanya, mata
berlian cincin itu berkilau. Miya ingin sekali memegang cincin itu, tapi dia
ragu..
Tanpa menunggu lama , wildan mengenggam telapak tangan
kiri Miya dan memakaikan cincin itu dijari manis miya. Miya diam tak bergerak..
apakah
ini mimpi? Bukankah ini terlalu indah untuk sebuah mimpi?
“apa maksudnya chef..!” akhirnya pertanyaan itu keluar
juga ,
“kamu membuatku tidak bisa berpikir dan aku merasa gila
jika terus menundanya!” ,
“menunda apa?” miya tidak bisa berpikir jernih, terus
dipandanginya cincin yang melingkar indah di jari manisnya.
“apa kamu akan terus membuatku tidak bisa bernafas miya,
apa kamu masih belum mengerti juga..!??”
Miya
menggeleng, semua hal ini terlalu cepat dan aneh. Bukankah kemarin dan tadi
wildan masih sama, marah-marah dan menghukumnya.
“gue suka sama
lo...!” kata wildan,
Miya sontak
mengangkat wajahnya, dilihatnya mata wildan yang terus memandangnya. Mencari
mungkin ada kebohongan atau becandaan disana..tapi nihil, wildan serius. Dan
itu membuat miya semakin melemas.
“kita masih 23
tahun, gue rasa kita masih terlalu muda buat nikah, makanya gue mau kita nunggu dulu,.. sebagai tanda
keseriusan gue, dengan cincin ini sekarang lo sudah resmi jadi tunangan gue,
dan selama cincin itu masih ada disana, jangan pernhberniat selingkuh dari gue..”
Benarkah? Apakah miya sudah mengatakan ‘iya’ untuk ini
“tapi aku
belum mengatakan apa-apa,!!” gumam miya pelan, suaranya hampir menghilang.
“gue gak butuh
jawaban lo.. karena gue udah tahu..!”
Miya benar-benar kehabisan kata-kata, wildan membuatnya skak
mat dan mati kutu. Dia hanya terus berpikir..semua ini hanya mimpi, tapi
mungkinkah mimpi seindah dan selama ini??,
ini bukan mimpi, ini nyata..cincin ini benar nyata, dan wildan yang
berdiri didepanya adalah chef yang disukai dan disayanginya, chefnya yang
sombong, angkuh dan arogan.
Miya
tersenyum dan mengangguk penuh arti, wildan tahu.. dan dia selalu tahu jika
miya akan menerimanya. Tanpa menunggu lagi dipeluknya lah pelayan kafe yang
selalu membuatnya kehabisan nafas itu..wajah polosnya selalu membayangi hari
wildan mulai dari saat bertemu.