my profile

Have Fun for you

Minggu, 24 Juli 2016



Tunangan Dadakan

            Tak..tak..tak..sruuutt..sreeengg..
            Wangi bawang goreng seketika memenuhi pantry,semua mata tertuju pada seorang cowok dibelakang meja dapur, cowok tampan dengan celemek menggantung indah di depan tubuhnya. Tidak ada ekspresi lain selain wajah serius tanpa senyum saat tanganya lincah memasukkan bahan makanan ke dalam wajan.
Semua orang didalam pantry tak lepas memandanginya, termasuk Miya, staf pelayan yang tidak pernah bosan melihat chef  sekaligus bosnya memasak. Gadis cantik itu selalu melongo melihat kecakapan dan kelincahan chefnya dalam memasak. bukan satu-satunya alasan miya terus memperhatikanya, ada satu alasan lagi, mungkin..miya sudah jatuh cinta kepada atasanya itu.
“bersihkan semuanya..!” perintah sang atasan, saat bos mencuci tangan dan mengelapnya. semua orang segera bergegas membereskan peralatan dan meja , sepertinya mereka para pelayan sedang tidak mood untuk di damprat atasanya. Sedangkan miya.. dia masih setia berdiri bersandar di pintu masuk pantry..
“hei..kamu..!” teriak cowok itu.
Semua mata beralih menatap sosok miya yang masih belum kembali ke alam sadarnya, miya melamun . lagi!
“miy..miya..sadar miy..!” seorang cewek berpakaian sama persis dengan miya, yang artinya dia juga bekerja disana mencubit lengan miya..,..
“aagghh..! apa sih Len..sakit tauk..!” cewek yang dipanggil lena itu sontak memainkan matanya , menunjukkan keberadaan bosnya.  Miya melirik ke arah mata lena menunjuk,seketika jantungnya terpompa hebat.. baru sadar, semua mata tertuju padanya. Terlebih mata tajam itu..mata chef, atasan sekaligus bosnya.
“kamu mau bekerja atau mau melamun!!” teriak sang bos, Miya terlonjak mendengar teriakan itu, tanganya seketika gemetar.
“ma..maaf chef!” ucapnya ..
“kamu teledor.. dan sebagai hukumanya kamu akan membersihkan seluruh pantry.. saya tidak mau tahu.. besok pagi besok harus bersih ..!” ucap sang bos dengan santainya, seperti tidak melihat wajah Miya yang berubah putus asa.
“baik..chef.!” jawab lia,
“yang lain boleh pulang..!” ucap sang bos sambil berlalu keluar pantry, melewati miya begitu saja tanpa menoleh sedikitpun.  Miya mengehela nafas putus asa mendengar itu, semua orang memandang miya dengan tatapan kasihan.
Satu persatu teman seperjuangan miya sudah meninggalkan kafe, Lena ingin membantu miya tapi sudah pasti dilarang oleh chef, akhirnya lena pulang duluan. dia akan membersihkan seluruh pantry yang ukuranya gak kebayang besarnya sendirian, malam-malam.
Miya memulai dengan mengumpulkan peralatan kotor , menaruhnya di wastafel. Membersihkan meja dapur dengan minyak dimana-mana, membuat miya harus memberikan sedikit deterjen dikain lapnya, menggosok-gosok sampai mengkilat dan tidak berbau. Terbayang wajah chefnya saat melihat dapurnya kotor, wajah arogan, penuh amarah, siap memakan miya hidup-hidup, miya bergidik ngeri membayangkanya.
Selesai dengan meja, miya kembali ke wastafel dan menyabuni satu-persatu peralatan kotor. Keringat mengucur pelan dipelipisnya.. nafasnya juga memburu karena kelelahan. Miya hampir berteriak saat menyadari sepasang tangan membilas piring yang disabunya tadi, miya memekik pelan saat tahu ternyata sepasang tangan itu milik chef, Wildan.
“kamu pikir saya genderuwo..” ucap wildan, seharusnya yang diucapkan wildan barusan lucu tapi  bukanya tertawa miya malah berkeringat dingin. Sebelumnya dia tidak pernah sedekat ini dengan wildan, sikapnya yang begitu arogan dan sombong membuat miya takut untuk berdekatan denganya. 
“apa ini terlalu melelahkan..!” tanya wildan usai melihat miya sudah kembali sadar,
“engg... tidak, sudah biasa..mungkin..” jawab miya sekenanya, penyakit lama. Selalu gugup dan kehabisan kata-kata dan hanya wildan yang bisa membuatnya seperti itu.
“apa saya terlalu sering menghukummu seperti ini..!”
“ah..yaa, hampir ..setiap hari..!” kata miya,
Memang, dihukum bersih-bersih seperti ini sudah menjadi rutinitas dan agenda miya,
“itu berarti, setiap hari kamu selalu melamun tentang saya..!”
Hahhh?maksudnya?darimana chef tahu?
Miya terdiam, tidak tahu harus berkata apa. Dia terus menyabuni sisa piring yang masih ada di wastafel.. dan wildan membilasnya.
“saya penasaran, apa yang kamu pikirkan saat melamunkan saya...?”
Tentu saja semua, ketampananmu, keanggunanmu, tangan lincahmu diatas penggorengan,
Miya masih berdiam diri, tinggal satu piring lagi. Dan ini akan berakhir, miya ingin segera berlari keluar dari pantry sebelum dia kehabisan nafas.
“jawab saya..!” , ucapan wildan membuat miya terlonjak kaget, hampir saja piring ditanganya terlepas dari tanganya.
“sa..ya..saya tidak..melamunkan chef..!” jawab miya akhirnya, miya mengulurkan piring terakhir dan wildan membilasnya. ,iya bergeser sedikit menjauh dari wildan..
Wildan meletakkan piringnya di pengeringan, dia membalik badan dan menatap miya yang terlihat sangat gugup.

“saya tahu dari sini” wildan maju selangkah dan menunjuk mata miya, miya mengerjap kaget.. ..
“ kamu selalu menatap saya.. dan itu membuat saya Gila, miya..!”
Miya bergerak mundur, dia terlalu dekat .. sampai bisa mendengar deburan nafas wildan.
Gila..apa yang membuat gila?
“sebaiknya sekarang kamu pulang, sebelum saya menguncimu disini..!”
Perkataan wildan membuat miya tersentak, bergegas ia keluar dari pantry dan menuju ruang karyawan. Wildan memandang punggung miya yang meghilang dibalik pintu.. tubuhnya bersandar pada meja dapur, menenangkan hatinya yang tidak karuan.
“kamu benar-benar membuatku gila miya..!” gumamnya pelan, seakan tidak ingin ada seorangpun yang mendengarnya.
***
            Berkali-kali matanya bertemu pandang dengan miya saat dia menerima lembaran order dari tanganya, miya terus menunduk saat menyadarinya , bukankah miya selalu begitu!
“bacon...steak panggang, dan spageti..!” teriak wildan menyuarakan orderan yang baru sampai,
“baik chef..!” jawab para asisten chef yang sudah siap dengan celemek ditubuh mereka, miya berdiri disampignya membantu menyiapkan bahan untuk spageti, dan itu membuatnya sangat tidak berkonsentrasi.
“bisakah kamu menjauh dari saya..!” gerutu wildan pelan, dia ingin hanya miya yang mendengarnya.. miya hanya mengangguk dan bergeser , menjauh dari wildan.
            Pelanggan datang silih berganti, tidak ada sepinya.. semua pelayan dan chef juga kewalahan menghadapi pelanggan yang makin bertabah setiap harinya. Bahkan sampai hampir tutup, masih ada saja pelanggan yang datang..
“hari ini berjalan lancar, hampir tidak ada masalah..saya ucapkan terima kasih kepada kalian semua, kalian sudah bekerja keras,..!”
            Kalimat penutup wildan yang disambut tepukan tangan yang meriah, evaluasi berakhir dengan hal yang sama. Lagi-lagi miya mendapat hukuman, karena kesalahan yang sama. Berimajinasi ditengah evaluasi
“miya..gue pulang dulu ya, sorry gak bisa bantuin..tahu sendiri kan chef kayak gimana, geu lagi gak mood di skors besok..!” kata lena menepuk pelan pundak miya,
“iya..gak pa-pa kok, udah gih pulang sana.. sudah dijemput sama sang kekasih tuh..!” kata miya dengan menunjuk keluar kafe, dia tahu lena sudah ditunggu sejak tadi.
Lena tersenyum dan melambaikan tangan usai memeluk hangat sahabatnya itu, miya beranjak melangkah ke pantry.. begitu pintu terbuka, ia membuang nafas panjang.
“kotor banget nih dapur..!” katanya, sembari membereskan peralatan dapur yang kotor dan menaruhnya di wastafel .
            Usai menggosok meja keramik sampai mengkilat, mencuci semua peralatan kotor.. miya hendak mengambil kain pel untuk membersihkan lantai, sebelum sebuah tangan mencengkeram lembut lenganya. Miya sudah ingin berteriak.. pencuri, ini pasti pencuri..atau pemerkosa???
“cheff...!” pekik miya tertahan saat justru yang dilihatnya adalah wildan,
Wildan tidak berkata apa-apa, dia mengangkat pinggang miya dan mendudukkanya dimeja dapur, badanya yang menjulang tinggi .. tepat berhadapan dengan wajah miya. Miya gemetar tidak karuan, keringat dingin mengucur deras, membuatnya tidak nyaman sama sekali
“aku ingin menunggu, tapi sepertinya aku tidak ingin menunggu lagi... miya..!” perkataan wildan yang tiba-tiba dan menggantung menimbulkan banyak tanda tanya dibenak miya, apa chefnya itu baru kejedot pintu toilet
Wildan melepaskan genggaman tanganya, merogoh sesuatu dibalik saku jeansnya..
“oh tuhan..!indah sekali chef..” pekik miya saat melihat sebuah cincin yang sangat indah nan menawan berada didepan matanya, mata berlian cincin itu berkilau. Miya ingin sekali memegang cincin itu, tapi dia ragu..
Tanpa menunggu lama , wildan mengenggam telapak tangan kiri Miya dan memakaikan cincin itu dijari manis miya. Miya diam tak bergerak..  
apakah ini mimpi? Bukankah ini terlalu indah untuk sebuah mimpi?
“apa maksudnya chef..!” akhirnya pertanyaan itu keluar juga ,
“kamu membuatku tidak bisa berpikir dan aku merasa gila jika terus menundanya!” ,
“menunda apa?” miya tidak bisa berpikir jernih, terus dipandanginya cincin yang melingkar indah di jari manisnya.
“apa kamu akan terus membuatku tidak bisa bernafas miya, apa kamu masih belum mengerti juga..!??”
Miya menggeleng, semua hal ini terlalu cepat dan aneh. Bukankah kemarin dan tadi wildan masih sama, marah-marah dan menghukumnya.
“gue suka sama lo...!” kata wildan,
Miya sontak mengangkat wajahnya, dilihatnya mata wildan yang terus memandangnya. Mencari mungkin ada kebohongan atau becandaan disana..tapi nihil, wildan serius. Dan itu membuat miya semakin melemas.
“kita masih 23 tahun, gue rasa kita masih terlalu muda buat nikah, makanya  gue mau kita nunggu dulu,.. sebagai tanda keseriusan gue, dengan cincin ini sekarang lo sudah resmi jadi tunangan gue, dan selama cincin itu masih ada disana, jangan pernhberniat selingkuh dari gue..”
Benarkah? Apakah miya sudah mengatakan ‘iya’ untuk ini
“tapi aku belum mengatakan apa-apa,!!” gumam miya pelan, suaranya hampir menghilang.
“gue gak butuh jawaban lo.. karena gue udah tahu..!”
Miya benar-benar kehabisan kata-kata, wildan membuatnya skak mat dan mati kutu. Dia hanya terus berpikir..semua ini hanya mimpi, tapi mungkinkah mimpi seindah dan selama ini??,  ini bukan mimpi, ini nyata..cincin ini benar nyata, dan wildan yang berdiri didepanya adalah chef yang disukai dan disayanginya, chefnya yang sombong, angkuh dan arogan.
            Miya tersenyum dan mengangguk penuh arti, wildan tahu.. dan dia selalu tahu jika miya akan menerimanya. Tanpa menunggu lagi dipeluknya lah pelayan kafe yang selalu membuatnya kehabisan nafas itu..wajah polosnya selalu membayangi hari wildan mulai dari saat bertemu.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar