Dibawah tekanan
Citra bukanlah
gadis yang cantik, dia tidak mengerti cara berpakaian, norak, sederhana bahkan
sangat sederhana. Keluarganya
bukan orang yang berada, tapi lumayan berkecukupan. Kedua kakaknya menjadi abdi
Negara sudah beberapa tahun silam,
Citra orang yang selalu berusaha ceria,
meskipun sebenarnya ia memiliki masalah yang besar dibalik keceriaanya, ia bukan gadis yang mudah menjadi sorotan
public, sudah kubilang dia tidak terlalu cantik untuk dilihat orang.
Kini ia duduk dibangku kelas 3 SMA,
sekolah yang ia masuki merupakan sekolah negeri satu-satunya dikota
kecamatanya, biayanya pasti mahal, bahkan mengalahkan sekolah negeri di kota,
tidak seperti tangan yang selalu terbuka, kadang kala citra juga harus
menunggak biaya sekolahnya karena kakaknya telat mengiriminya uang.
Namun,
meskipun biaya sekolah yang terbilang mahal dan sulit di jangkaunya, citra
tidak pernah mengeluh dan putus asa, kedua orang tuanya selalu memberikan
motivasi yang Cuma-Cuma untuknya,
pokoknya.. citra tidak boleh seperti bapak sama ibu,
citra harus jadi orang sukses nanti..
begitu
mengingat petuah itu , sulutan api mulai membara lagi..
**
Tinggal menunggu hitungan hari,
sebentar lagi citra akan keluar dari bangku sekolah, ia sudah merencanakan masa
depanya jauh-jauh hari, masuk PTN favorit pilihanya, mendapat beasiswa,
tercatat menjadi mahasiswi terbaik, lulus kuliah mendapat pekerjaan yang layak,
menikah, dan kehidupanya akan jauh lebih baik. Tapi jangan lupa, itu hanya
rencana, jalan sesungguhnya tidak semulus jalan tol, selalu ada kemacetan
dimana-mana ketika hendak ke pusat kota.
Huru hara pendaftaran kuliah sudah
dimulai, jalur undangan, tes, mandiri , bidik misi berbagai macam jalan
tersedia, citra tidak lolos jalur undangan nilainya dikelas X belum cukup untuk
menembusnya, ia memutuskan untuk melalui jalur tes, dengan biaya dua ratus ribu
rupiah, nilai uang yang cukup tinggi untuknya.
Satu hari citra berpikir kembali
mengenai biaya pendaftaran yang cukup mahal, ia tidak mungkin terus-terusan
meminta uang kepada orang tuanya, ibunya yang hanya membuka toko , bapaknya
yang hanya seorang petani biasa, sawah yang tidak terlalu luas, panen yang
selalu buntung.
Citra menelan ludah melihat kondisi
keluarganya, satu-satunya jalan hanyalah kedua kakaknya… ia berpikir kembali ,
“kakak” apa akan selalu seperti ini, bertahun-tahun ia menggantungkan biaya
sekolahnya kepada mereka, belum cukupkah menyusahkan mereka?
Dua minggu
sebelum pendaftaran dibuka citra bermain kerumah kakak saudara didekat
rumahnya, disana ia mendapat ultimatum, teguran dengan berbagai macam pendapat
yang membuatnya berpikir ulang kembali
“kamu ngotot
pingin kuliah, bisa.. kakakmu bisa membantu, sebualan dua bulan, belum tentu
3 bulan kedepan, kakakmu yang satu sudah
berkeluarga, dia juga harus mengurus keluarganya bukan hanya kamu, yang satunya
sibuk dengan hidupnya, cobalah dipikirkan lagi,
biaya kuliah itu mahal, lihat mas huda dia bisa kuliah sampai semester 5, tapi ia
behenti kuliah untuk mencari kerja guna membiayai skripsinya, .. kuliah bukan
jalan satu-satunya, coba dipikirkan lagi ya..!”
Citra menundukkan kepalanya, terasa berat jika
dia terus menyangganya. Ia berjalan dengan gontai pulang kembali kerumahnya…
dia tersenyum miris melihat ibunya yang terlelap dalam tidurnya, keriput
diwajahnya tidak bisa disembunyikan lagi, airmatanya perlahan membasahi seragam
sekolah yang dipakainya.
Tiba-tiba ia
teringat akan impianya, ia berlari perlahan mengambil tumpukan Koran diwarung
ibunya, ia membolak-balik Koran, mencari edisi hari minggu… ketika ia
menemukanya buru-buru citra mencari tulisan SCRIPTS
dibagian atasnya. Puisi, cerpen, esai memenuhi badan Koran… segera ia
menggunting bagian bertulisakan dari
redaksi yang berisi syarat
dan alamat email bagi yang ingin mengirimkan sastranya.
Citra merupakan gadis berjiwa sastra
yang unggul, program bahasa nya disekolah semakin
mempertajam pengetahuan dan keahlianya, entah sudah berapa ratus puisi dan
berapa puluh cerpen yang ia tulis, tapi belum satupun pernah ia kirimkan ke
media massa, walaupun sebenarnya ia sangat menginginkanya…
Buru-buru citra dengan sigapnya
mengetik beberapa cerpen yang dikiranya pantas dikirimkan ke Koran seperti
impianya, ia sangat berharap karya sastranya bisa dimuat dikoran setiap edisi
hari minggu tersebut, sekaligus ia juga berharap bisa menghasilkan uang segera
dari sana untuk biaya daftar tes masuk kuliah.
**
“mas.. citra
mau kuliah!”
“ya kalo kamu mau kuliah ya silahkan, tapi mas gak janji
baka membiayai penuh.. kamu tahu sendiri kan kebutuhan mas dan rumah tangga mas
juga banyak..!”
“bagus kalo citra mau kuliah, mas akan bantu sebisanya..
tapi gak banyak..!”
Jawaban dari kedua kakaknya, semakin
membuatnya terpuruk..
Beberapa hari
sebelum pendaftaran dimulai, citra sedang menunggui warung ibunya, ibunya pergi
kepasar untuk berbelanja, ada seorang wanita muda yang membeli beberapa makanan
pokok di warungnya,
“sudah lulus sekolahnya cit?” Tanya
orang itu dengan nada ramah
“insyaallah, tinggal menunggu
pengumuman…!”jawab citra dengan ramah pula
“oh! Habis
lulus mau kemana? Kerja?”
“insyaallah
kerja sambil kuliah bu..!”
“kerja? Heh…
mau kerja apa kamu, anak jelek kayak kamu bakal diterima kerja dimana?”
Citra tertegun
mendengar penuturan ibu yang tidak berperasaan itu, ia memandang wajahnya
dikaca milik ibunya, ia meraba wajahnya, menangis… jelek!
Aku memang jelek, mataku juling, badanku gendut, bekas
luka diwajahku… aarrggghhh!!!!
Citra terus memaki dirinya sendiri ,
tidak ada yang salah dengan omongan wanita tadi… ini membuatnya kembali
berpikir lagi
Citra sudah
cukup lelah “menegakkan benang basah” dalam kehidupanya, hidup dalam bayangan
keluarganya yang sukses tidak cukup menyukseskan pikiranya….
Semakin ia
tumbuh besar, semua orang disekitarnya selalu membandingkanya dengan
saudara-saudaranya yang telah mengarungi perbatasan Negara, ia bangga tentu
saja bangga… tapi rasa tertekan semakin besar andilnya..
Berkali-kali ia memikirkan cita-cita
dan keinginanya, apa aku salah ingin
menjadi sukses , hanya karena aku jelek dan tidak sempurna. Tidak jarang
juga citra iri melihat beberapa orang bisa meraih cita-cita mereka semudah
memetik daun Kersen di depan rumah, tanpa memikirkan Uang, fisik dan omongan
orang. Diantara tiga hal itu, Omongan orang adalah kendala Terbesar yang
menghambat citra untuk melangkah ke depan.
Malam hari, di hari yang sama..
citra kembali tidak bisa tidur, dirinya terpekur melamun.. langkah mana yang
harus diambilnya?
**
3 hari sebelum
pendaftaran , citra sudah tidak bisa berpikir lagi, ia membiarkan semuanya
berlalu… tidak ada kuliah, tidak ada kerja…
sekedar
berharap, ia berjalan dengan gontai menuju warnet yang dekat rumahnya… ia
membuka e-mail miliknya… tidak ada senyum yang tersungging dari bibirnya semua
lenyap, seakan tersiram air laut yang pasang.
Email pertama sampai dengan beberapa
hanya email spam yang tidak penting, sampai tanganya berhenti di sebuah email
dan matanya mendelik.. tubuhnya bergetar, bibirnya mengatup rapat.. klik 2
kali, dan arimatanya jatuh sudah.
“alhamdulilllah,
ya allah terima kasih telah mengabulkan do’a hamba…!”
Citra bersujud dan berteriak
kegirangan didalam bilik miliknya, orang disekitarnya melihatnya dengan tatapan
penuh pertanyaan, matanya berbinar ketika membaca email yang berisi naskah
cerpen dan puisinya diterima semuanya… pihak redaksi juga senang bekerja sama
denganya…
Akhirnya apa
yang dicita-citakanya tewujudkan, ia percaya pembuktian itu masih jauh
dibelakang, jalanya masih panjang.
Pihak redaksi tersebut mentransfer
uang seharga karyanya, dengan uang iu citra bisa membuktikan tidak selamanya ia
bergantung kepada kedua kakaknya, orang tuanya… citra kembali meniti impianya,
sebagian uang hasil pikiranya ia berikan kepada ibunya untuk menutupi
kekurangan warung, memang tidak
seberapa.. tapi dengan uang itu, semangat juang citra tumbuh dan lebih membara
lagi..
“bu..citra
dapat uang untuk daftar Seleksi ujian masuk..!” kata citra dengan senyum
sumringah, ibu citra yang mulai baya turut tersenyum bahagia. Wajahnya yang
mulai keriput.. bergerak naik turun kala ia mengusap airmatanya.
Dia tidak akan mendengarkan suara
apapun dan siapapun, yang menjatuhkan Harga diri dan menurunkan semangatnya..
selagi apa yang ingin dicapainya bisa digapai, semua bentuk jalan akan
dilaluinya.
Kini, ia pun
semakin percaya kemacetan dijalan menuju ibukota akan terlerai seiring
berjalannya kita, dunia pun ikut percaya… tidak selalu menegakkan benang basah,
benang yang basah bisa juga digantung kan, mimpi yang sempurna.
boleh komentar? eyd-nya masih kurang hehe
BalasHapushehehe..danke mbak/kak/dek.. iya lo, gak sempet baca berulang.
Hapusdanke/terimakasih yups
Mumtaz jazakumullah fi amalikum wa fi hayatikum miss
BalasHapusmeskipun gakngerti artine! di amini ae wes....
Hapushehehe
Miss baca blogku
BalasHapusapa namanya mb tik?
Hapus